Kamis, 03 Oktober 2013


A. DEFENISI TUNA DAKSA

Definisi Tuna Daksa Menurut situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Tuna Daksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan).

Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita)

Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pad tulang , otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal

B. KLASIFIKASI PENDERITA TUNA DAKSA

Klasifikasi tuna daksa (frances G. koening ) sebagai berikut :

1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan

Club foot ( kaki seperti tongkat)

· Club hand (tangan seperti tongkat)

· Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki)

· Syndactylism (jari-jari tang berselaput atau menrmpel satu dengan yang lainnya)

· Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai dimuka)

· Spina bifida ( sebagian sumsum tulang belakang tidak tertutup)

· Cretinism (kerdil/katai)

· Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidal normal)

· Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan)

· Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang)

· Herelip (ganguan pada bibir dan mulut)

· Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)

· Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tertentu)

· Frederich ataxia (gangguan sumsum tulang belakang)

· Coxa valga (gangguan pad sendi paha)

· Sypillis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)

2. Kerusakan pada waktu kelahiran

· Erb’s palsy (kerusakan syaraf lengan)

· Fraglitas osium (tulang yang rapuh, mudah patah)

3. Infeksi

· Tuberculosis tulang (menyerang sendi paha hingga menjadi kaku)

· Osteomyelitis (radang didalam dan disekeliling tulang belakang akibat bakteri)

· Poliomyletis (kelumpuhan akibat infeksi virus)

· Pott’s disease (tuberculosis sumsum tulang belakang)

· Still’s disease ( radang pada tulang)

· Tuberculosis pada lutut atau paha.0

4. Kondisi traumatic atau kerusakan traumatic

· Amputasi

· Kecelakaan akibat luka bakar

· Patah tulang

5. Tumor

· Oxoxtosis ( tumor tulang )

· Osteosis fibrosa cystic ( kista yang berisi cairan)


6. kondisi-kondisi lainnya

· flatfeet (telapak kaki rata)

· kyphosis ( bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung)

· Lordosis ( bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung)

· Perthe’s disease (sendi paha rusak)

· Ricket (tulang lunak karena nutrisi)

· Scilosis (tulang belakang berputar, bahu dan paha miring)

Pada dasarnya kelainan pada anak tuna daksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:

1. kelainan pada sistem serebral (Cerebral System),

Penggolongan anak tuna daksakedalam kelainan sistem serebral (cerebral) didasarkan pada letakpenyebab kelahiran yang terletak didalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syarap pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang belakang sumsum merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CL). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut :

a. Derajat Kecacatan

Penggolongan Menurut Derajat Kecacatan Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas : golongan ringan, golongan sedang, dan golongan berat.

Golongan ringan: adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.

Golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan treatment/latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-lat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.

Golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.

b. Tipograpi anggota badan yang cacat

Penggolongan Menurut Tipografi Dilihat dari tipografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Celebral Palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan, yaitu:

Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misalnya kaki kiri, sedangkan kaki kanan dan keduanya tangannya normal.

Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan dan kaki kanan , atau tangan kiri dan kaki kiri.

Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya.

Diplegia, kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri(paraple-gia)

Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.

Quadriplegia, anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruh anggota geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kakinya. Quadriplegia bisa juga disebut triplegia.

c. Fisiologi kelainan geraknya.

Penggolongan Menurut Fisiologi Dilihat dari kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya(Motorik), anak Cerebral Palsy dibedakan menjadi:

Spastik : Tipe ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul sewaktu akan digerakkan sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional kekakuan atau kekejangan itu makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Diantara mereka ada yang normal bahkan ada yang diatsa normal.

Athetoid : Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi diluar kontrol dan koordinasi gerak.

Ataxia : Ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan,. Kekakuan memang tidak tampak tetapi mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tuna tipe ini mengalami gangguan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.

Tremor : Gejala yang tampak jelas pada tipe ini adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan kecil dan terus-menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.

Rigid : Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.

Tipe Campuran : Pada tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala tuna CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan.

2. kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal System).

Penggolongan anak tuna daksa kedalam kelompok system otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi:

a. Poliomylitis.

Penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan tenaganya melemah, peradangan akibat virus polio yang menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia 2 (dua) tahun sampai 6 (enam) tahun.

b. Muscle Dystrophy.

Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita muscle dystrophy sifatnya progressif, semakin hari semakin
parah. Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki saja, atau kedua tangan dan kedua kakinya. Penyebab terjadinya muscle distrophy belum diketahui secara pasti. Tanda-tanda anak menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia 3 (tiga) tahun melalui gejala yang tampak yaitu gerakan-gerakan anak lambat, semakin hari keadaannya semakin mundur jika berjalan sering terjatuh tanpa sebab terantuk benda, akhirnya anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.


C. PENYEBAB TERJADINYA TUNA DAKSA

Seseorang yang menyandang kelemahan fisik biasanya dikarenakan oleh kelemahan syaraf[1] , kelemahan ortopedi[2] atau gangguan kesehatan lainnya (misalnya, penyakit jantung atau asma). Tingkat keterlibatannya mulai dari kelemahan yang ringan hingga sangat parah, sampai kelumpuhan yang memaksa seseorang untuk terus- menerus duduk[3], Anak-anak dengan kelemahan syaraf adalah anak-anak yang cacat karena sistem syaraf pusatnya berkembang dengan tidak sempurna atau terluka (Kirk, p. 351). Anak yang mengalami kelemahan ortopedi adalah mereka yang memiliki kelumpuhan yang mengganggu fungsi normal tulang, persendian, atau otot-otot. Anak-anak yang memiliki kelemahan seperti ini harus diperlakukan khusus oleh sekolah (Ibid., p. 367). Oleh sebab itu, pemodifikasian tata ruang kelas yang memungkinkan bagi kehadiran anak itu amatlah penting.

Kelemahan fisik bisa disebabkan oleh cacat lahir (misalnya, perkembangan yang tidak sempurna sebelum dilahirkan), penyakit (misalnya, "poliomyelitis" atau "muscular dystrophy"), atau kecelakaan (misalnya, jatuh, kecelakaan, atau trauma pada otak)

Penyebab Tuna Daksa Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tuna daksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada system musculus skeletal. Adanya keragaman jenis tuna daksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda.

Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.

1. Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal)

Pada fase ini kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh:

a. Trauma, Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis.

b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.

c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.

d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

e. Faktor keturunan

f. Usia ibu pada saat hamil

g. Pendarahan pada waktu hamil

h. Keguguran yang dialami ibu.


2. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal)

Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain:

a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga
bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.

b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.

c. Pemakaian anestasi (obat bius) yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.

3. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal)

Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:

a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.

b. Infeksi penyakit yang menyerang otak.

d. Anoxia/hipoxia.

e. Trauma


D. KARAKTERISTIK TUNA DAKSA

Karakteristik Anak Tuna Daksa Derajat keturunan akan mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah ada halnya dengan tingkah laku anak tuna daksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan.

Ditinjau dari aspek psikologis, anak tuna daksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari llingkungan. Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa problema penyerta bagi anak tuna daksa antara lain:

a. Kelainan perkembangan/intelektual.

b. Gangguan pendengaran.

c. Gangguan penglihatan.

d. Gangguan taktik dan kinestetik.

e. Gangguan persepsi

f. Gangguan emosi.



E. PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN TUNA DAKSA

1. Perkembangan Fisik Anak Tunadaksa

a. Secara umum dapat dikatakan hampir sama dengan anak normal kecuali bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan itu.

b. Dalam mengaktualisasikan diri secara utuh, anak tunadaksa biasanya dikompensasikan oleh bagian tubuh yang lain. Contoh bila ada kerusakan pada tangan kanan, sebagai kompensasinya tangan kiri akan lebih berkembang.



2. Perkembangan Kognitif Anak Tunadaksa

a. Ptroses adaptasi induvidu terdiri dari asimilasi dan akomodasi

b. Keadaan anak tunadaksa menyebabkan gangguan dan hambatan dalam keterampilan motorik.

c. Keterbatasan ini sangat membatasi ruang gerak (motorik) kehidupan anak tersebut.

d. Anak tidak mampu memperoleh skema baru dalam beradaptasi.

e. Hal inilah yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak

Inteligensi anak tunadaksa Menurut Lee (1931);

a. IQ mereka berkisar antara 35–138 (range)

b. Rata-rata IQ mereka 57 (mean)

c. Yang lainnya

Ø Anak polio IQ 92

Ø Anak TBC tulang IQ 88

Ø Anak cacat congenital IQ 61

Ø Anak Spastis IQ 69

Ø Anak cacat pada pusat syaraf IQ 74



3. Perkembangan Bahasa Atau Bicara Anak Tunadaksa

a. Pada anak jenis polio perkembangan bahasa tidak begitu berbeda dengan anak normal

b. Pada anak cerebral palcy terjadi gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam koordinasi motorik organ bicara karena kelainan system neuromotor.

c. Akibatnya sulit mengungkapkan pikiran dan keinginan serta kehendaknya.

d. Mereka mudah tersinggung merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya.



4. Perkembangan Emosi Anak Tunadaksa

a. Anak yang tunadaksa sejak kecil mengalami perkembangan emosi secara bertahap sebagi anak tunadaksa.

b. Anakyang tunadaksa setelah besar mengalaminya sebagai suatu hal yang mendadak dan sulit diterima anak karena itu suatu kemunduran.

c. Dukungan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan emosi anak.

5. Perkembangan Social Anak Tunadaksa

a. Sikap lingkungan sekitar berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak tunadaksa. Dengan demikian akan mempengaruhi respon sebagian terhadap lingkungannya.

b. Jika masyarakat menganggapnya tidak berdaya maka ia akan merasa dirinya tidak berguna.

c. Keterbatasan kemampuan anak tunadaksa menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan masyarakat.



6. Perkembangan Kepribadian Anak Tunadaksa

Dalam hal ini anak-anak tunadaksa memiliki beberapa hambatan :

a. Masalah penyesuaian diri dan mempertahankan konsep diri.

b. Hambatan yang terletak antara tujuan ( goal ) dan keinginan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perkembangan kepribadian anak tunadaksa dipengaruhi oleh beberapa hal :

Ø Tingkat ketidakmampuan akibat ketunadaksaan.

Ø Usia ketika ketubadaksaan itu terjadi

Ø Nampak atau tidaknya kondisi ketunadaksaan

Ø Dukungan keluarga dan masyarakat pada anak tunadaksa.

Ø Sikap masyarakat terhadap anak tunadaksa.



F. TUNA DAKSA DALAM KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN JASMANI

1. Pendidikan Jasmani Adaptif bagi Anak Tunadaksa

Pada kenyataannya, para siswa penyandang kelainan memiliki kebutuhan yang lebih besar akan gerak, seperti diakui oleh para ahli , justru pendidikan jasmani harus merupakan program utama dari program Pendidikan Luar Biasa secara keseluruhan, karena menjadi dasar atau fondasi bagi peningkatan fungsi tubuh yang sangat diperlukan oleh anak-anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan yang sangat bermakna kepada siswa berkebutuhan khusus termasuk tunadaksa. Agar sumbangan tersebut dapat diwujudkan, berarti bahwa kurikulum harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan individual siswa.

Program pendidikan jasmani bagi anak tunadaksa harus spesifik dan keterampilan gerak harus diajarkan dalam pola-pola yang baik, yang bermula dari gerak yang paling sederhana dan bertahap maju ke ketrampilan yang lebih komleks.

Guru sebelum memberikan pengajaran dan pelayanan bagi anak tunadaksa harus diperhatikan hal sebagai berikut:

1. Segi medisnya: apakah anak memiliki kelainan khusus seperti kencing manis, atau pernah dioperasi, masalah lain seperti harus minum obat dan sebagainya.

2. Bagaimana kemampuan gerak dan: apakah anak ke sekolah menggunakan transportasi, alat Bantu, dan sebagainya. Ini berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan.

3. Bagaimana komunikasinya: apakah anak mengalami kelainan dalam berkomunikasi, dan alat komunikasi apa yang digunakan, dan sebagainya.

4. Bagaimana perawatan dirinya: apakah anak dapat melakukan perawatan diri di dalam aktivitas kegiatan sehari-hari.

5. Bagaimana posisinya: di sini dimaksudkan tentang bagaimana posisi anak tersebut di dalam menggunakan alat bantu, posisi duduk dalam menerima pelajaran, waktu istirahat, waktu ke kamar kecil (toilet), makan, dan sebagainya. Dalam hal ini Physical Therapis sangat diperlukan.

Dalam pendidikan jasmani adaptif bagi anak tunadaksa guru perlu mengakui bahwa aspek psikologis dari situasi kelas sama dan bahkan lebih penting dari pada tujuan-tujuan substantif pendidikan jasmani. Di samping itu, untuk mampu menjaga motivasi anak tetap tinggi, guru perlu memiliki cara-cra kreatif dalam pengajaran. Guru pendidikan jasmani harus menanamkan pada dirinya sendiri tujuan dan keinginan untuk membantu siswa dalam mengembangkan citra diri positif, mengembangkan hubungan interpersonal yang efektif, mengoreksi kondisi fisik khusus yang masih mungkin diperbaiki, mengembangkan suatu kesadaran keselamatan dan menjadikan anak-anak bugar secara fisik sesuai dengan kapasitasnya.

2. Meningkatkan Potensi Anak Tunadaksa melalui Pendidikan Jasmani Adaptif

Pada dasarnya anak tunadaksa mempunyai potensi-potensi tertentu di balik keterbatasan yang mereka miliki. Termasuk kemampuan atau potensi fisik yang mereka milikipun sesungguhnya tidak kalah dengan anak-anak normal, sehingga anak tunadaksapun dapat melakukan pendidikan jasmani adaptif dengan keadaan fisik yang masih mereka miliki, bahkan kemampuan merekapun dapat dikembangkan menjadi suatu prestasi yang dapat membanggakan.

Anak tunadaksa yang tidak memiliki kedua tangan dan kedua kaki dapat dilatih menjadi perenang yang hebat. Begitu juga anak tunadaksa yang tidak mempunyai kedua tangan, masih dapat melakukan kegiatan olahraga lain seperti lompat jauh atau lompat tinggi jika dilatih dengan baik. Contoh lain anak tunadaksa yang tidak mempunyai kedua kaki dapat bermain basket meskipun dengan kursi roda.

Potensi yang bisa dikembangkan dari diri anak tunadaksa yang berhubungan dengan olah raga yang begitu dekat dengan pendidikan jasmani adaptif sesungguhnya sangat banyak, dan semuanya hanya dapat diperoleh dengan berbagai latihan melalui pendidikan jasmani adaptif. Sehingga anak tunadaksa dapat memahami dan menghargai macam olah raga yang dapat diminatinya sebagai penonton atau bahkan mereka sendiri yang sebagai pelaku dalam olah raga tersebut.

Namun sebenarnya anak tunadaksa tidak hanya memiliki potensi di bidang olah raga saja, karena sejatinya banyak di antara anak tunadaksa yang memiliki IQ rata-rata anak normal bahkan ada yang di atas rata-rata, sehingga potensi akademik dan potensi sosialpun dapat dikembangkan.

Sebagai contoh, meski dengan keterbatasan fisiknya anak tunadaksa dapat dilatih untuk bersosialisasi dan melakukan penyesuaian sosial denagn pendidikan jasmani adaptif, karena dalam pendidikan jasmani anak tuna daksa dapat tetap bermain dan berolah raga bersama teman-temannya yang normal. Hanya saja mereka menggunakan aturan yang berbeda. Kebersamaan anak tunadaksa dengan anak normal inilah tempat untuk mengasah kemampuan dan potensi sosial yang mereka miliki. Apalagi dengan IQ yang normal anak tunadaksa akan lebih mudah menjalani kehidupannya meski dengan keterbatasan kondisi fisiknya.

Dengan kemampuan sosial dan inteligensi yang normal anak dapat menjadi seorang public relation, atau juga dapat menjadi seorang motivator yang dapat memotivasi orang lain untuk melakukan seperti apa yang dia lakukan sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam hidupnya. Banyak juga sisi-sisi kehidupan dan lapangan pekerjaan lain yang memerlukan kemampuan bersosialisasi, sehinga dengan potensi ini anak tunadaksapun dapat mengambil bagian di dalam lapangan tersebut.

Kondisi fisik yang terbatas diharapkan dapat dikoreksi, dikembalikan atau ditambah fungsinya melalui pendidikan jasmani adaptif ini. Dengan pendidikan jasmani adaptif ini anak akan dilatih bagaimana melindungi diri dari kondisi yang memperburuk keadaannya, sehingga dengan tercapainya tujuan pendidikan jasmani adaptif anak tunadaksa dapat mencapai potensi terbaik yang dimiliki dan dapat diberikan terlepas dari semua keterbatasan kondisi fisiknya.

Tidak ada komentar: